Kamis, 20 April 2017

pariwisata unkhair berkunjung destinasi bersejarah kota ternate

(➤➤BENTENG TOLUKKO)


Sejarah Benteng Tolukko di Ternate tidak terlepas kaitannya dengan sejarah maluku utara khususnya di ternate. Jauh sebelumnya masuk pengaruh islam pada abad XV dan Eropa pada abad XVI di maluku utara sudah terdapat suatu organisasi pemerintah yang disebut (BULDAN) yang dipimpin oleh seorang (kolano) yaitu Raja.
            Dengan masuknya islam dan mundurnya kekuasaan majapahit di maluku utara. System tersebut berubah menjadi kesultanan, termasuk Ternate.
Kedatangan bangsa eropa di ternate di mulai oleh bangsa portugis pada awal abad ke XVI , karena mereka terpikat dengan kekayaan rempah-rempah yang terdapat di ternate. Pada mulanya untuk kepentingan dagang. Maka upaya untuk mencapai tujuannya portugis memanfaatkan persaingan yang terjadi di maluku utara, yaitu Ternate tengah bersaing dengan Tidore yang bersekutuh dengan bangsa spanyol. Portugis segera menggunakan kesempatan tersebut, dengan cara membantu Ternate. Sudah tentunya kehadiran portugis di ternate mendapat simpati dari rakyat ternate terlebih lagi rakyat ternate mengira bahwa portugis merupakan bangsa pedagang yang akan berperan menaikkan harga rempah-rempah. Oleh karena itu, portugis di ijinkan mendirikan Benteng-Benteng di ternate, antara lain :
Benteng Tolukko yang nama aslinya Benteng SANTO LUCAS yakni Benteng yang pertama di buat pada tahun 1512 oleh FRANSISCO SERRAOW. Kemudian Benteng-benteng lainya yakni Benteng NUSTRA SENORA DEL ROSARIO. Dan Benteng SANTRO PEDRO pada tahun 1522 Benteng-Benteng tersebut sebagai benteng pertahanan.

(➤➤BENTENG KALAMATA)
 Tidak hanya bentuk artistik benteng ini saja yang menarik, kisah di balik tembok Benteng Kalamata juga menjadi sejarah yang unik untuk ditelusuri. Pada awalnya Benteng Kalamata memang dibangun oleh Portugis sebagai benteng pertahanan dalam rangka perluasan daerah kekuasaan di Ternate dan menahan serangan Spanyol yang kala itu menguasai wilayah Tidore. Namun setelah Portugis meninggalkan Ternate di tahun 1575, Spanyol menduduki benteng ini dan menjadikannya pos perdagangan rempah-rempah. Sekitar tahun 1609 Belanda mengambil alih kepemilikan Benteng ini dari tangan Spanyol dan menggunakannya kembali sebagai basis pertahanan serdadu VOC. Tetapi, pada tahun 1625 Benteng ini ditinggalkan begitu saja oleh Belanda dan gayung bersambut pasukan Spanyol pun kembali menduduki Benteng Kalamata hingga tahun 1663. Kekosongan benteng kembali dimanfaatkan Belanda untuk mendudukinya, namun pada tahun 1798, pasukan kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan Nuku merebut benteng ini dengan bantuan dari armada pasukan Inggris. Tahun 1810, Belanda kembali berhasil mengambil alih benteng ini dan sekitar tahun 1843 pemerintah kolonial Belanda resmi mengumumkan bahwa Benteng Kalamata resmi dikosongkan.
  
Setelah 1843, Benteng ini menjadi tidak terawat dan sangat kumuh. Bahkan, Benteng ini sempat tergenang air laut karena abrasi air laut. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 1989 sebelum akhirnya pemerintah Republik Indonesia memutuskan memperbaiki bangunan bersejarah ini. Pada tahun 1994, pemugaran besar-besaran pun dilakukan terhadap Benteng Kalamata sehingga bangunan benteng ini kembali utuh tanpa kehilangan bentuk aslinya.

(➤➤DANAU TOLIRE)
dahulu kala sebelum terbentuknya danau ini,  di lokasi tepat danau sekarang ini berada dulunya merupakan sebuah desa/perkampungan. Warga desa tersebut hidup sejahtera dan mempunyai tali persaudaraan yang kuat, maklum hidup di desa jadi tidaklah mengherankan jika semua warga didesa tersebut saling mengenal pribadi satu sama lain.
Sampai suatu ketika terjadi peristiwa yang menggemparkan seluruh desa. Ada Seorang bapak menghamili anaknya sendiri. Tak pelak, membuat seluruh warga desa marah. Semuanya pukul rata, tidak bapak atau anaknya keduanya diusir dari desa oleh warga, untung saja tidak diamuk massa, hehehehe
Terpaksa dan merasa malu maka keduanya pun angkat kaki dari desa. Nah, saat mereka melangkahkan kaki pergi dari desa terjadilah suatu kejadian aneh. Konon ceritanya tempat mereka (ayah dan anak itu) berpijak seketika terbelah akibat gempa dahsyat yang terjadi secara tiba-tiba. Sang penguasa ternyata marah dan menghukum ayah, anak, beserta desa tersebut menjadi dua buah danau, yaitu Satu danau besar yang kemudian disebut tolire besar (lamo) yang menggambarkan sang ayah. Satu lagi danau yang lebih kecil yang disebut tolire kecil (ici) yang mencerminkan sang anak.
Konon katanya lagi para warga desa yang tenggelam ituberubah menjadi buaya putih yang melindungi danau sampai sekarang. Penduduk setempat meyakini bukan hanya satu atau dua buaya putih saja yang ada di danau itu, melainkan dihuni oleh ratusan buaya putih berukuran sekitar 10 meter yang acap kali menampakkan dirinya. Itu sebabnya mengapa pengunjung yang ada ada di danau Tolire dilarang untuk berendam, berenang, bahkan memancing di danau Tolire karena mereka percaya barang siapa yang mengganggu danau akan menjadi mangsa buaya putih.

jelajah ke mangrove sofifi maluku utara